BAB 9 Sub Bab 2 PPKn X Faktor Pembentuk Integrasi Nasional

 


D.      STRATEGI INTEGRASI

Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh semua negara, terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya yang masih relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state), ikatan antara kelompok - kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah tersulut untuk terjadinya pertentangan antar kelompok.

Di samping itu masyarakat di negara berkembang umumnya memiliki ikatan primordial yang masih kuat. Kuatnya ikatan primordial menjadikan masyarakat lebih terpancang pada ikatan-ikatan primer yang lebih sempit seperti ikatan keluarga, ikatan kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan sebagainya. Dengan demikian, upaya mewujudkan integrasi nasional yang notabene mendasarkan pada ikatan yang lebih luas dan melawati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan menjadi sulit untuk diwujudkan.

Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:

1.    Strategi Asimilasi

Asimilasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka masing-masing unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya.

Ketika asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat. Namun bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara melakukan rekayasa budaya agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari perspektif demokrasi, apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan sebagai cara yang kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional.

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan – perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok dalam masyarakat, guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Menurut Koentjaraningrat, faktor- faktor yang mendorong terjadinya asimilasi sebagai berikut:

a.         Adanya kesadaran dari seluruh anggota tentang manfaat dari integrasi sosial.

b.         Adanya toleransi terhadap kelompok atau kebudayaan lain.

c.         Timbulnya sikap saling menghargai antarkebudayaan yang berbeda.

d.         Adanya keterbukaan penguasa terhadap rakyatnya.

e.         Adanya persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

f.          Terjadinya perkawinan campuran.

g.         Adanya musuh bersama dari luar.

Beberapa faktor yang dapat menghambat terjadinya asimilasi sebagai berikut.

a.         Perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan ras, teknologi, dan perbedaan ekonomi.

b.         Kurangnya pengetahuan terhadap kebenaran kebudayaan lain yang sedang dihadapi

c.         Kecurigaan dan kecemburuan sosial terhadap kelompok lain.

d.         Perasaan primodial sehingga merasa kebudayaan sendiri lebih baik dari kebudayaan bangsa atau kelompok lainnya.

2.    Strategi Akulturasi

Akulturasi adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih sehingga memunculkan kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih tampak dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti bahwa kebudayaan baru yang terbentuk tidak "melumat” semua unsur budaya pembentuknya. Apabila akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan adanya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan seluruh unsur budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur- unsur budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam kadar yang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa terjadi dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa juga akulturasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi integrasi nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang cukup demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional, karena masih menunjukkan penghargaan terhadap unsur- unsur budaya kelompok atau budaya lokal.

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.

Menurut Koentjaraningrat, unsur – unsur kebudayaan yang mudah diterima oleh masyarakat sebagai berikut.

a.         Unsur-unsur yang konkret, ialah unsur-unsur kebudayaan jasmani, benda-benda, alat- alat, dan sebagainya, terutama benda-benda atau alat yang mudah ditiru pemakaiannya.

b.         Unsur-unsur yang terbukti mempunyai kegunaan yang besar bagi kelompok yang menerima unsur-unsur tadi. Contohnya, penggunaan kendaraan bermotor seperti truk pengangkut bagi para penambang.

c.         Unsur-unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan dari masyarakat yang menerima unsur-unsur tadi. Contohnya penggunaan telepon seluler yang dapat menggantikan telepon rumah.

Unsur kebudayaan yang sukar diganti oleh kebudayaan asing sebagai berikut.

a.         Unsur yang fungsinya tersebar luas dalam masyarakat. Sebagai contoh, sistem kekerabatan dan solidaritas kekerabatan.

b.         Unsur-unsur kebudayaan yang dipelajari pada tingkat-tingkat paling dahulu dalam proses sosialisasi dari individu-individu dalam masyarakat.

c.         Unsur-unsur kebudayaan yang termasuk agama.

3.    Strategi Pluralisme

Paham pluralis adalah paham yang mampu menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat. Penerapan strategi ini dilakukan dengan menghargai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam masyarakat. Kita semua harus memiliki pandangan bahwa setiap manusia mempunyai nilai dan kedudukan yang sama.

Terbentuknya masyarakat multikultural, tidak lepas dari terbentuknya masyarakat modern yang anggotanya terdiri atas berbagai macam golongan, etnis, ras, agama, dan budaya. Pierre L. van den Berghe, mengungkapkan tentang karakteristik masyarakat multikultural sebagai berikut.

a.         Terjadinya segmentasi atau pembagian ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu sama lain.

b.         Memiliki struktur sosial yang terbagi- bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer (tidak saling melengkapi).

c.         Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan) di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.

d.         Sering kali terjadi konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

e.         Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.

f.          Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.

Tindakan untuk memperkokoh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut.

a.         Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air, dan rasa persaudaraan.

b.         Meningkatkan ketahanan rakyat.

c.         Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan serta implementasi butir-butir Pancasila.

d.         Menumpas gerakan separatisme.

e.         Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari masyarakat, TNI, dan Polri dalam memerangi gerakan separatisme.

E.       INTEGRASI NASIONAL INDONESIA

1.    Dimensi Integrasi Nasional

Integrasi nasional di Indonesia dapat dipelajari dari dua dimensi, sebagai berikut.

a.         Dimensi vertikal menyangkut upaya menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan antara pemerintah dengan rakyat. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan lembaga yang tepat sebagai jembatan dalam mengatasi perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat.

b.         Dimensi horizontal berkaitan dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan wilayah tempat tinggal, suku bangsa, agama, budaya, dan lain-lain.

2.    Mewujudkan Integrasi Nasional Indonesia

Persoalan dalam mewujudkan integrasi nasional di Indonesia adalah masih kuatnya masalah primordialisme. Masalah yang sering terjadi adalah masalah kesukuan, jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. Permasalahan ini semakin kompleks di era globalisasi ini. Berbagai tuntutan dari masyarakat tidak lagi bersifat lokal, tetapi sudah bersifat internasional. Dua permasalahan tadi, membuat tantangan dalam mewujudkan nasionalisme dan mempertahankan keberadaan negara nasional menjadi semakin berat.

Para pendiri bangsa ini, menghendaki terbentuknya persatuan dengan tetap menghargai perbedaan di dalamnya. Sebagai generasi penerus, kita harus memberi kesempatan kepada semua pihak untuk tumbuh dan berkembang besama-sama. Semboyan Bhinneka Tunggal 1ka dapat menjadi dasar untuk mengedepankan semangat persatuan di dalam berbagai perbedaan. Perbedaan dalam masyarakat harus dilihat sebagai kekayaan budaya nasional kita.

F.      TANTANGAN DALAM MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Peta keamanan global menempatkan terorisme menjadi ancaman global. Penggunaan kekuatan militer oleh suatu negara ke wilayah negara lain mengancam kedaulatan dan kehormatan suatu negara berdaulat. Masalah perbatasan juga merupakan sumber utama potensi konflik antarnegara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara.

Tantangan di lingkungan internal Indonesia adalah mengawal NKRI agar tetap utuh dan bersatu. Di sisi lain, ancaman terhadap kedaulatan masih berpotensi terutama yang berbentuk konflik perbatasan, pelanggaran wilayah, gangguan keamanan maritim dan dirgantara, gangguan keamanan di wilayah perbatasan berupa pelintas batas secara ilegal, kegiatan penyelundupan senjata dan bahan peledak, masalah separatisme, pengawasan pulau-pulau kecil terluar, ancaman terorisme dalam negeri, dan sebagainya.

Berdasarkan tantangan tersebut di atas, maka visi terwujudnya pertahanan negara yang tangguh dengan misi menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta keselamatan bangsa harus terwujud. Pada dasarnya perumusan kebijakan umum pertahanan negara dilaksanakan menteri pertahanan negara, sedangkan proses penetapannya dilaksanakan di tingkat Dewan Keamanan Nasional selaku Penasehat Presiden RI.

Tujuan nasional merupakan kepentingan nasional yang abadi dan menjadi acuan dalam merumuskan tujuan pertahanan negara, yang ditempuh dengan tiga strata pendekatan sebagai berikut:

1.    Strata mutlak, dilakukan dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa Indonesia.

2.    Strata penting, dilakukan dalam menjaga kehidupan demokrasi politik dan ekonomi, keharmonisan hubungan antar suku, agama, ras dan golongan (SARA), penghormatan hak asasi manusia, dan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.

3.    Strata pendukung, dilakukan dalam upaya turut memelihara ketertiban dunia.

Previous Post Next Post