D.
STRATEGI
INTEGRASI
Masalah integrasi nasional
merupakan persoalan yang dialami oleh semua negara, terutama adalah
negara-negara berkembang. Dalam usianya yang masih relatif muda dalam membangun
negara bangsa (nation state), ikatan
antara kelompok - kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan dan mudah
tersulut untuk terjadinya pertentangan antar kelompok.
Di samping itu
masyarakat di negara berkembang umumnya memiliki ikatan primordial yang masih
kuat. Kuatnya ikatan primordial menjadikan masyarakat lebih terpancang pada
ikatan-ikatan primer yang lebih sempit seperti ikatan keluarga, ikatan
kesukuan, ikatan sesama pemeluk agama, dan sebagainya. Dengan demikian, upaya
mewujudkan integrasi nasional yang notabene mendasarkan pada ikatan yang lebih
luas dan melawati batas-batas kekeluargaan, kesukuan, dan keagamaan menjadi
sulit untuk diwujudkan.
Dalam rangka
mengupayakan terwujudnya integrasi nasional yang mantap ada beberapa strategi
yang mungkin ditempuh, yaitu:
1.
Strategi
Asimilasi
Asimilasi
adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih menjadi satu
kebudayaan yang baru, di mana dengan percampuran tersebut maka masing-masing
unsur budaya melebur menjadi satu sehingga dalam kebudayaan yang baru itu tidak
tampak lagi identitas masing-masing budaya pembentuknya.
Ketika
asimilasi ini menjadi sebuah strategi integrasi nasional, berarti bahwa negara
mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang
ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi
menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang
demikian tampak bahwa upaya mewujudkan integrasi nasional dilakukan tanpa
menghargai unsur-unsur budaya kelompok atau budaya lokal dalam masyarakat
negara yang bersangkutan. Dalam konteks perubahan budaya, asimilasi memang bisa
saja terjadi dengan sendirinya oleh adanya kondisi tertentu dalam masyarakat.
Namun bisa juga hal itu merupakan bagian dari strategi pemerintah negara dalam
mengintegrasikan masyarakatnya, yaitu dengan cara melakukan rekayasa budaya
agar integrasi nasional dapat diwujudkan. Dilihat dari perspektif demokrasi,
apabila upaya yang demikian itu dilakukan dapat dikatakan sebagai cara yang
kurang demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional.
Asimilasi
merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk
mengurangi perbedaan – perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok
dalam masyarakat, guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan
tujuan-tujuan bersama. Menurut Koentjaraningrat, faktor- faktor yang mendorong
terjadinya asimilasi sebagai berikut:
a.
Adanya kesadaran dari seluruh anggota
tentang manfaat dari integrasi sosial.
b.
Adanya toleransi terhadap kelompok atau
kebudayaan lain.
c.
Timbulnya sikap saling menghargai antarkebudayaan
yang berbeda.
d.
Adanya keterbukaan penguasa terhadap
rakyatnya.
e.
Adanya persamaan dalam unsur-unsur
kebudayaan.
f.
Terjadinya perkawinan campuran.
g.
Adanya musuh bersama dari luar.
Beberapa
faktor yang dapat menghambat terjadinya asimilasi sebagai berikut.
a.
Perbedaan yang sangat mencolok, seperti
perbedaan ras, teknologi, dan perbedaan ekonomi.
b.
Kurangnya pengetahuan terhadap kebenaran
kebudayaan lain yang sedang dihadapi
c.
Kecurigaan dan kecemburuan sosial terhadap
kelompok lain.
d.
Perasaan primodial sehingga merasa
kebudayaan sendiri lebih baik dari kebudayaan bangsa atau kelompok lainnya.
2.
Strategi Akulturasi
Akulturasi
adalah proses percampuran dua macam kebudayaan atau lebih sehingga memunculkan
kebudayaan yang baru, di mana ciri-ciri budaya asli pembentuknya masih tampak
dalam kebudayaan baru tersebut. Dengan demikian berarti bahwa kebudayaan baru
yang terbentuk tidak "melumat” semua unsur budaya pembentuknya. Apabila
akulturasi ini menjadi strategi integrasi yang diterapkan oleh pemerintah suatu
negara, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan
adanya identitas budaya bersama namun tidak menghilangkan seluruh unsur budaya
kelompok atau budaya lokal. Dengan strategi yang demikian tampak bahwa upaya
mewujudkan integrasi nasional dilakukan dengan tetap menghargai unsur- unsur
budaya kelompok atau budaya lokal, walaupun penghargaan tersebut dalam kadar
yang tidak terlalu besar. Sebagaimana asimilasi, proses akulturasi juga bisa
terjadi dengan sendirinya tanpa sengaja dikendalikan oleh negara. Namun bisa
juga akulturasi menjadi bagian dari strategi pemerintah negara dalam
mengintegrasikan masyarakatnya. Dihat dari perspektif demokrasi, strategi
integrasi nasional melalui upaya akulturasi dapat dikatakan sebagai cara yang
cukup demokratis dalam mewujudkan integrasi nasional, karena masih menunjukkan
penghargaan terhadap unsur- unsur budaya kelompok atau budaya lokal.
Menurut
Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok
sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang
berbeda.
Menurut
Koentjaraningrat, unsur – unsur kebudayaan yang mudah diterima oleh masyarakat
sebagai berikut.
a.
Unsur-unsur yang konkret, ialah
unsur-unsur kebudayaan jasmani, benda-benda, alat- alat, dan sebagainya,
terutama benda-benda atau alat yang mudah ditiru pemakaiannya.
b.
Unsur-unsur yang terbukti mempunyai
kegunaan yang besar bagi kelompok yang menerima unsur-unsur tadi. Contohnya,
penggunaan kendaraan bermotor seperti truk pengangkut bagi para penambang.
c.
Unsur-unsur yang mudah disesuaikan dengan
keadaan dari masyarakat yang menerima unsur-unsur tadi. Contohnya penggunaan
telepon seluler yang dapat menggantikan telepon rumah.
Unsur
kebudayaan yang sukar diganti oleh kebudayaan asing sebagai berikut.
a.
Unsur yang fungsinya tersebar luas dalam
masyarakat. Sebagai contoh, sistem kekerabatan dan solidaritas kekerabatan.
b.
Unsur-unsur kebudayaan yang dipelajari
pada tingkat-tingkat paling dahulu dalam proses sosialisasi dari individu-individu
dalam masyarakat.
c.
Unsur-unsur kebudayaan yang termasuk
agama.
3.
Strategi Pluralisme
Paham
pluralis adalah paham yang mampu menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat.
Penerapan strategi ini dilakukan dengan menghargai perbedaan-perbedaan yang
terdapat dalam masyarakat. Kita semua harus memiliki pandangan bahwa setiap
manusia mempunyai nilai dan kedudukan yang sama.
Terbentuknya
masyarakat multikultural, tidak lepas dari terbentuknya masyarakat modern yang
anggotanya terdiri atas berbagai macam golongan, etnis, ras, agama, dan budaya.
Pierre L. van den Berghe, mengungkapkan tentang karakteristik masyarakat
multikultural sebagai berikut.
a.
Terjadinya segmentasi atau pembagian ke
dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda
satu sama lain.
b.
Memiliki struktur sosial yang terbagi-
bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer (tidak saling
melengkapi).
c.
Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan)
di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
d.
Sering kali terjadi konflik antara
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
e.
Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan
(coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
f.
Adanya dominasi politik oleh suatu
kelompok atas kelompok lain.
Tindakan untuk memperkokoh upaya
integrasi nasional adalah sebagai berikut.
a.
Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa
sebangsa dan setanah air, dan rasa persaudaraan.
b.
Meningkatkan ketahanan rakyat.
c.
Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan
kebangsaan serta implementasi butir-butir Pancasila.
d.
Menumpas gerakan separatisme.
e.
Membentuk satuan sukarela yang terdiri
dari masyarakat, TNI, dan Polri dalam memerangi gerakan separatisme.
E.
INTEGRASI
NASIONAL INDONESIA
1.
Dimensi
Integrasi Nasional
Integrasi nasional di Indonesia dapat
dipelajari dari dua dimensi, sebagai berikut.
a.
Dimensi vertikal menyangkut upaya
menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan antara pemerintah dengan rakyat. Untuk
mewujudkan hal tersebut, diperlukan lembaga yang tepat sebagai jembatan dalam
mengatasi perbedaan-perbedaan antara pemerintah dan rakyat.
b.
Dimensi horizontal berkaitan dengan upaya
mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan wilayah tempat tinggal, suku bangsa, agama,
budaya, dan lain-lain.
2.
Mewujudkan
Integrasi Nasional Indonesia
Persoalan
dalam mewujudkan integrasi nasional di Indonesia adalah masih kuatnya masalah
primordialisme. Masalah yang sering terjadi adalah masalah kesukuan, jenis
bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. Permasalahan ini semakin
kompleks di era globalisasi ini. Berbagai tuntutan dari masyarakat tidak lagi
bersifat lokal, tetapi sudah bersifat internasional. Dua permasalahan tadi,
membuat tantangan dalam mewujudkan nasionalisme dan mempertahankan keberadaan
negara nasional menjadi semakin berat.
Para
pendiri bangsa ini, menghendaki terbentuknya persatuan dengan tetap menghargai
perbedaan di dalamnya. Sebagai generasi penerus, kita harus memberi kesempatan
kepada semua pihak untuk tumbuh dan berkembang besama-sama. Semboyan Bhinneka
Tunggal 1ka dapat menjadi dasar untuk mengedepankan semangat persatuan di dalam
berbagai perbedaan. Perbedaan dalam masyarakat harus dilihat sebagai kekayaan
budaya nasional kita.
F.
TANTANGAN
DALAM MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Peta keamanan
global menempatkan terorisme menjadi ancaman global. Penggunaan kekuatan militer
oleh suatu negara ke wilayah negara lain mengancam kedaulatan dan kehormatan
suatu negara berdaulat. Masalah perbatasan juga merupakan sumber utama potensi
konflik antarnegara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara.
Tantangan di
lingkungan internal Indonesia adalah mengawal NKRI agar tetap utuh dan bersatu.
Di sisi lain, ancaman terhadap kedaulatan masih berpotensi terutama yang
berbentuk konflik perbatasan, pelanggaran wilayah, gangguan keamanan maritim
dan dirgantara, gangguan keamanan di wilayah perbatasan berupa pelintas batas secara
ilegal, kegiatan penyelundupan senjata dan bahan peledak, masalah separatisme,
pengawasan pulau-pulau kecil terluar, ancaman terorisme dalam negeri, dan
sebagainya.
Berdasarkan
tantangan tersebut di atas, maka visi terwujudnya pertahanan negara yang
tangguh dengan misi menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta
keselamatan bangsa harus terwujud. Pada dasarnya perumusan kebijakan umum
pertahanan negara dilaksanakan menteri pertahanan negara, sedangkan proses
penetapannya dilaksanakan di tingkat Dewan Keamanan Nasional selaku Penasehat
Presiden RI.
Tujuan nasional
merupakan kepentingan nasional yang abadi dan menjadi acuan dalam merumuskan
tujuan pertahanan negara, yang ditempuh dengan tiga strata pendekatan sebagai
berikut:
1. Strata
mutlak, dilakukan dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan bangsa Indonesia.
2. Strata
penting, dilakukan dalam menjaga kehidupan demokrasi politik dan ekonomi,
keharmonisan hubungan antar suku, agama, ras dan golongan (SARA), penghormatan
hak asasi manusia, dan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
3. Strata
pendukung, dilakukan dalam upaya turut memelihara ketertiban dunia.