Bab 7 Sub Bab 3 (PPKn X) Partisipasi Politik dalam Budaya Politik
E.
PARTISIPASI POLITIK
DALAM BUDAYA POLITIK
1.
Pengertian dan Ciri-Ciri Partisipasi Politik
Partisipasi berasal dari
bahasa Latin, yaitu pars yang artinya bagian dan capere (sipasi) yang artinya
mengambil. Bila dihubungkan berarti "mengambil bagian". Dalam bahasa
Inggris, participale atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil
peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Pengertian partisipasi politik menurut para ahli
sebagai berikut
a.
Michael Rush Philip
Althoff, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada
bermacam-macam tingkatan dalam sistem politik.
b.
Herbert McClosky,
partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui dimana mereka ikut ambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan
secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
c.
Ramlan Surbakti,
partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam memengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum
serta menentukan pemimpin pemerintahan.
d.
Miriam Budiardjo,
partisipasi politik adalah mencakup semua kegiatan sukarela seseorang turut
serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
Kesimpulan bahwa
partisipasi politik adalah sebuah kegiatan politik yang dilakukan oleh warga
negara dengan satu tujuan, yaitu untuk memengaruhi keputusan politik yang akan
diambil oleh pemerintah.
Ramlan Surbakti
menyebutkan ciri-ciri partisipasi politik sebagai berikut.
a.
Kegiatan atau perilaku
individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan kegiatan atau perilaku
batiniah yang berupa sikap dan nilai.
b.
Kegiatan yang dilakukan
diarahkan untuk memengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan
politik.
c.
Kegiatan yang berhasil (efektif) ataupun yang tidak (tidak
efektif) memengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.
d.
Kegiatan memengaruhi
pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung.
Kegiatan langsung berarti individu dapat memengaruhi pemerintah
tanpa menggunakan perantara. Adapun kegiatan tidak
langsung berarti individu memengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah.
e.
Kegiatan memengaruhi
pemerintah dapat dilakukan baik melalui prosedur wajar (konvensional) dan tidak
berupa kekerasan, seperti
ikut memilih dalam pemilihan umum,
mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat.
Kegiatan memengaruhi pemerintah juga dapat melalui cara-cara di luar prosedur
yang tidak wajar (tidak konvensional) dan berupa kekerasan, seperti
demonstrasi (unjuk rasa), pembangkangan halus (memilih
kotak kosong daripada memilih calon yang diajukan pemerintah), huru-hara, mogok, pembangkangan
sipil, serangan bersenjata serta
gerakan-gerakan politik dan revolusi.
2. Bentuk dan
Jenis Partisipasi Politik
Bentuk dan hierarki partisipasi politik dalam
kerangka konsep Rush dan Althoff, sebagai berikut.
a.
Voting (pemberian
suara).
b.
Ikut berpartisipasi
dalam diskusi politik informal minat umum dalam bidang politik
c.
Partisipasi dalam rapat
umum, demonstrasi, dan sebagainya.
d.
Keanggotaan pasif suatu
organisasi semu politik (quasi-political).
e.
Keanggotaan aktif suatu
organisasi semu politik (quasi-political).
f.
Keanggotaan pasif suatu
organisasi politik.
g.
Keanggotaan aktif suatu
organisasi politik
h.
Mencari jabatan politik
atau administratif,
i.
Menduduki jabatan
politik atau administratif
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi
bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:
1.
Kegiatan Pemilihan,
yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai,
menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon
legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha memengaruhi hasil pemilu.
2.
Lobby, yaitu upaya
perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud memengaruhi
keputusan mereka tentang suatu isu.
3.
Kegiatan Organisasi,
yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna memengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah.
4.
Contacting, yaitu upaya
individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat
pemerintah guna memengaruhi keputusan mereka, dan
5.
Tindakan kekerasan
(violence), yaitu tindakan individu atau kelompok guna memengaruhi keputusan
pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda,
termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembunuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Bila dilihat dari jumlah pelaku, partisipasi politik dapat
dibedakan menjadi berikut.
a.
Partisipasi individual,
yaitu partisipasi yang dilakukan oleh orang perorang secara individual,
misalnya menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah.
b.
Partisipasi kolektif,
yaitu kegiatan politik yang dilakukan oleh sejumlah warga negara secara
serentak yang dimaksudkan untuk memengaruhi penguasa.
Berdasarkan sifatnya partisipasi politik dibedakan menjadi
dua sebagai berikut.
a.
Partisipasi aktif, yaitu
warga negara mengajukan usul kebijakan, mengajukan alternatif kebijakan,
mengajukan saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerintah, serta
mengajukan tuntutan.
b.
Partisipasi pasif,
berupa kegiatan mentaati peraturan/pemerintah,
menerima dan melaksanakan setiap keputusan pemerintah.
Milbrarth dan Goel
membedakan kegiatan partisipasi politik menjadi empat kategori, berikut
a.
Apatis, artinya orang
yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.
b.
Spektator, artinya orang
yang setidak - tidaknya
pernah ikut memilih dalam pemilihan umum.
c.
Gladiator, yakni mereka
yang secara aktif terlibat dalam proses politik, seperti aktivis partai,
pekerja kampanye, dan aktivis masyarakat.
d.
Pengritik, yaitu
partisipasi dalam bentuk nonkonvensional.
3.
Tujuan Partisipasi Politik
Keterlibatan politik dapat terjadi dengan
berbagai tujuan sebagai berikut.
a.
Memberikan rakyat/ warga
negara kesempatan untuk memengaruhi proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan tujuan utama dari partisipasi politik
yang dilakukan oleh negara-negara yang demokratis.
b.
Partisipasi politik juga
menjadi alat untuk mengontrol rakyat dan warga negara, terutama di
negara-negara otoritarian. Di banyak negara otoritarian, pemerintah
mempromosikan partisipasi politik dalam bentuk yang terkontrol oleh rezim
otoriter itu sendiri (partisipasi politik yang tidak bebas)
c.
Partisipasi di sisi lain
juga membantu meringankan beban pemerintah, seperti terbukanya lapangan kerja
baru sebagai pengawas jalannya pemberian suara (voting) yang dilakukan secara
sukarela, sedikit banyak akan meringankan anggaran pemerintah untuk membayar
aparat keamanan yang ditugaskan untuk menjaga jalannya voting.
d.
Partisipasi digunakan
untuk melegitimasi rezim dan kebijakan rezim tersebut. Rezim demokratis pada
umumnya menekankan kaidah pengaturan pemerintah oleh kontrol yang dilakukan
rakyat. Adapun negara - negara nondemokratis menggunakan partisipasi untuk
mengontrol rakyatnya dan mendapatkan bantuan pelayanan dari rakyatnya sendiri.
4.
Tingkatan Partisipasi Politik
Dalam menganalisis tingkat partisipasi politik
terdapat dua kriteria sebagai berikut.
a.
Dilihat dari ruang
lingkup atau proporsi dari suatu kategori warga negara yang melibatkan diri
dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik.
b.
Intensitasnya atau
ukuran, lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus itu bagi sistem politik.
Hubungan kedua kriteria
ini adalah berbanding terbalik. Lingkup partisipasi politik yang besar biasanya
terjadi dalam intensitas yang kecil atau rendah, misalnya partisipasi dalam
pemilihan umum. Sebaliknya jika lingkup partisipasi politik rendah atau kecil,
maka intensitasnya semakin tinggi. Contohnya kegiatan aktivis partai politik,
pejabat partai politik, kelompok penekan. Jadi dalam hal ini, terjadi hubungan,
"semakin luas ruang lingkup partisipasi politik maka semakin rendah atau
kecil intensitasnya, dan sebaliknya semakin kecil ruang lingkup partisipasi
politik, maka intensitasnya semakin tinggi".
5.
Perwujudan Partisipasi Politik
a.
Bidang politik
Setiap warga negara dapat ikut serta secara langsung ataupun
tidak langsung dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1)
Aktif ikut memilih dalam
pemilihan umum.
2)
Menjadi anggota aktif
dalam partai politik, kelompok penekan (pressure group), maupun kelompok
kepentingan tertentu.
3)
Duduk dalam lembaga
politik, seperti MPR, presiden, DPR, menteri.
4)
Mengadakan komunikasi
(dialog) dengan wakil-wakil rakyat.
5)
Berkampanye, menghadiri
kelompok diskusi, dan lain-lain.
b.
Bidang ekonomi
Setiap warga negara dapat ikut serta secara aktif dalam
kegiatan berikut ini.
1)
Menciptakan
sektor-sektor ekonomi produktif baik dalam bentuk jasa, barang, transportasi,
komunikasi, dan sebagainya.
2)
Melalui keahlian
masing-masing menciptakan produk-produk unggulan yang
inovatif, kreatif, dan kompetitif.
3)
Kesadaran untuk membayar
pajak secara teratur demi kesejahteraan dan kemajuan bersama.
c.
Bidang sosial-budaya
Setiap warga negara dapat mengikuti kegiatan-kegiatan
sebagai berikut.
1)
Sebagai pelajar atau mahasiswa, menunjukkan prestasi belajar yang tinggi.
2)
Menjauhkan diri
dari perbuatan - perbuatan yang melanggar hukum,
seperti melakukan tawuran, memakai narkoba, merampok, dan berjudi.
3)
Profesional dalam bidang
pekerjaannya, disiplin, dan berproduktivitas tinggi untuk menunjang
keberhasilan pembangunan nasional.
d.
Bidang hankam
Setiap warga negara dapat ikut serta secara
aktif dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1)
Bela negara dalam arti
luas, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
2)
Senantiasa memelihara
ketertiban dan keamanan wilayah atau lingkungan tempat tinggalnya.
3)
Memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)
Menjaga stabilitas dan
keamanan nasional agar pelaksanaan
pembangunan dapat berjalan sesuai dengan
rencana.