Bab 4 Sub Bab 3 dan 4 (PPKn X)

 

  1. BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

  1. Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan 

Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya. Setiap manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun orang tua sendiri. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apapun yang mengandung paksaan atau menyuruh penganutnya untuk memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama. 

Kemerdekaan beragama itu tidak dimaknai sebagai kebebasan untuk tidak beragama atau bebas untuk tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemerdekaan beragama bukan pula dimaknai sebagai kebebasan untuk menarik orang yang telah beragama atau mengubah agama yang telah dianut seseorang. Selain itu, kemerdekaan beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing. Setiap manusia tidak diperbolehkan menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya. 

Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 28E ayat (1) dan (2) sebagai berikut. 

  1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 

  2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 

Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan, bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. 

Ketentuan - ketentuan di atas, semakin menunjukkan bahwa di Indonesia telah dijamin adanya persamaan hak bagi setiap warga negara untuk menentukan dan menetapkan pilihan agama yang ia anut, menunaikan ibadah serta segala kegiatan yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan masing - masing. Dengan kata lain, seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya tanpa harus khawatir negara akan mengurangi kemerdekaan itu. 

Dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 28l ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasár hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun". Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal - hal sebagai berikut. 

  1. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara. 

  2. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan. 

  3. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki 

  4. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan hukum dalam pelaksanaa kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-masing. 

  1. Membangun Kerukunan Umat Beragama 

Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat, kedudukan sosial, dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama dimaksudkan agar terbina dan terpeliha hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berlainan agama.

Di negara Indonesia mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas kerukunan internalumatse agama, kerukuna antarumat berbeda agama, dan kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah. 

Kerukunan antarumat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain, sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus mengembangkan sikap saling menghargai, menghomati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut. Kerukunan antarumat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antarumat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. 

Intinya adalah bahwa masing- masing agama mengajarkan manusia untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman. Kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah, maksudnya dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya masing- masing, akan tetapi juga harus menaati hukum yang berlaku di negara Indonesia. 


  1. PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

  1. Substansi Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia 

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 semakin memperjelas sistem pertahanan dan keamanan negara kita. Hal tersebut diatur dalam pasal 30 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan sebagai berikut. 

  1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

  2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

  3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

  4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. 

  5. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia didalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. 

Ketentuan di atas menegaskan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia. Dengan kata lain, pertahanan dan keamanan negara tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI dan POLRI saja, tetapi masyarakat sipil juga sangat bertanggung jawab terhadap pertahanan dan keamanan negara. 

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran bahwa usaha pertahanan dan kemanan negara dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta ini hakikatnya merupakan segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara meliputi seluruh rakyat Indonesia, segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain, Sishankamrata penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. 

Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan sebagai berikut. 

  1. Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan keamanan negara diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat. 

  2. Kesemestaan,yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan. 

  3. Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sesuai dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan. 

  1. Kesadaran Bela Negara dalam Konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara

Pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Ikut serta dalam kegiatan bela negara diwujudkan dengan berpartisipasi dalam kegiatan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara." Kedua ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara harus memiliki kesadaran bela negara. 

Kesadaran bela negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti pada negara dan berkorban demi membela negara. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa

Sebagai warga negara sudah sepantasnya ikut serta dalam bela negara sebagai bentuk kecintaan kita kepada negara dan bangsa. Bela negara yang dilakukan oleh warga negara merupakan hak dan kewajiban membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Pembelaan yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara. 

Oleh karena itu, warga negara mempunyai kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara kecuali ditentukan dengan undang-undang. Dalam prinsip ini, terkandung pengertian bahwa upaya pertahanan Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik bebas aktif. Prinsip ini merupakan pelaksanaan dari bunyi alinea pertama Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang, tetap bisa diwujudkan dengan cara-cara sebagi berikut.

  1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (siskamling).

  2. Ikut serta membantu korban bencana dalam negeri. 

  3. Belajar dengan tekun pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau PPKN.

  4.  Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, seperti Paskibra, PMR, dan Pramuka. 

  5.  Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.

  6. Pengabdian sebagai anggota TNI. 

  7. Pengabdian sesuai dengan profesi keahlian.

Previous Post Next Post