PENERAPAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber dari pandangan hidup atau falsafah bangsa Indonesia yang diperdalam berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia, kemudian akan timbul dasar falsafah negara. Yang biasa disebut dengan Pancasila dan terdapat, tercermin, terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Berikut ini macam-macam pengertian demokrasi Pancasila menurut para ahli.
Prof. Dardji Darmo Diharjo
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Yang pelaksanaannya seperti dalam ketentuan- ketentuan Pembukaan UUD 1945.
Kansil
Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Ini merupakan sila keempat dari dasar negara Pancasila, seperti yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Prof.Notonegoro
Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta Berketuhanan Yang Maha Esa dan berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi Pancasila dibedakan menjadi dua, yaitu ciri khas demokrasi Pancasila dan ciri secara umum demokrasi Pancasila. Berikut ini karakteristik atau ciri-ciri demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila bersifat kekeluargaan dan gotong royong yang bernapas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demokrasi Pancasila harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
Pengambilan keputusan dalam demokrasi Pancasila sedapat mungkin jadi dasar atas musyawarah untuk mufakat.
Demokrasi Pancasila harus bersendi atas hukum.
Ciri-ciri secara umum demokrasi Pancasila sebagai berikut.
Kedaulatan berada di tangan rakyat, maksudnya adalah kekuasaan tertinggi ada pada kehendak rakyat.
Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong, maksudnya adalah demokrasi tidak bisa lepas dari prinsip kekeluargaan dan gotong royong.
Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
Menghargai hak asasi manusia, hak asasi merupakan hak mendasar yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, bahkan oleh negara.
Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat.
Tidak menganut sistem monopartai atau partai tunggal.
Pemilu dilaksanakan secara luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia), jujur dan adil (jurdil)
Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
Asas Demokrasi Pancasila
Asas dalam sistem demokrasi Pancasila ada dua, sebagai berikut.
Asas kerakyatan, yaitu asas atas kesadaran kecintaan terhadap rakyat, manunggal dengan nasib dan cita-cita rakyat serta berjiwa kerakyatan atau menghayati kesadaran senasib dan secita-cita dengan rakyat.
Asas musyawarah untuk mufakat, yaitu asas yang mendengarkan aspirasi dan kehendak dari seluruh rakyat, yang jumlahnya banyak, dan membahas melalui forum permusyawaratan untuk menyatukan pendapat bersama serta mencapai kesepakatan bersama.
Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila
Ahmad Sanusi dalam tulisannya yang berjudul "Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi" (2006:193 - 203), mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, sebagai berikut.
Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa berarti sistem penyelenggaraan negara harus taat, konsisten dan sesuai dengan nilai juga kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
Demokrasi dengan kecerdasan
Artinya, mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebÃh menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
Demokrasi yang berkedaulatan rakyat
Artinya, Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
Demokrasi dengan rule of law
Prinsip demokrasi ini mempunyai empat makna yang sangat penting sebagai berikut
Kekuasaan negara Republik Indonesia itu harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.
Kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.
Kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.
Kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan kerusakan.
Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara
Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pemisahan kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab.
Demokrasi dengan hak asasi manusia
Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak- hak asas tersebut, melainkan terlebih-lebih. untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
Artinya, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen) yang memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya.
Demokrasi dengan otonomi daerah
Artinya, otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden.
Demokrasi dengan kemakmuran
Artinya, demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 itu ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besamya rakyat Indonesia.
Demokrasi yang berkeadilan sosial
Artinya, Demokrasi menurut UUD NRI Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak-hak khusus.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi sebagai berikut.
Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi (1945-1950)
Tahun 1945-1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu, pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang Perubahan Sistem Pemerintahan Presidensial Menjadi Parlementer.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
Masa demokrasi liberal (1950 - 1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai kepala negara bukan sebagai kepala eksekutif. Pada masa demokrasi ini, peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik. Namun demikian, praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
dominannya partai politik;
landasan sosial ekonomi yang masih lemah
tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu, maka presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya sebagai berikut.
Bubarkan konstituante.
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950.
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Masa demokrasi terpimpin (1959 - 1966)
Demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom dengan ciri:
dominasi presiden;
terbatasnya peran partai politik;
berkembangnya pengaruh PKI.
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin sebagai berikut.
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
Peranan parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.
Jaminan HAM lemah.
Terjadi sentralisasi kekuasaan.
Terbatasnya peranan pers.
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur).
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 - 1998)
Pelaksanaan demokrasi Orde Baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Awal Orde Baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan di segala bidang melalui Pelita 1, II, II IV, V dan pada masa Orde Baru berhasil menyelenggarakan pemilihan umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987 1992, dan 1997
Namun demikian, perjalanan demokrasi pada masa Orde Baru ini dianggap gagal, karena disebabkan:
rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada;
rekrutmen politik yang tertutup;
pemilu yang jauh dari semangat demokratis;
pengakuan HAM yang terbatas;
tumbuhnya KKN yang merajalela.
Sebab-sebab jatuhnya Orde Baru sebagai berikut.
Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi).
Terjadinya krisis politik.
TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi presiden.
Pelaksanaan demokrasi pada masa reformasi 1998 sampai dengan sekarang. Berakhirnya masa Orde Baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden B. J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi (1998 - sekarang)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga - lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Demokrasi lndonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya MPR-DPR hasil pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis, antara lain:
Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/ MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi.
Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR tentang Referandum.
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari KKN.
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen 1, II, III, IV.