BAB 3
NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA
KOMPETENSI DASAR
Mensyukuri nilai-nilai Pancasila dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan negara sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menunjukkan sikap peduli terhadap penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kahidupan berbangsa dan bernegara.
Menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan pemerintahan regara
Manyaji hasil analisis nilai-nilai Pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan pemerintahan negara.
Materi Pembelajaran
SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Macam-Macam Kekuasaan Negara
Secara sederhana, kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Menurut John Locke, bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan sebagai berikut.
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang - undang termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu.
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
PembagÃan kekuasaan secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara.
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar".
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk Undang -undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang."
Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan eksaminatif / inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Kekuasaan moneter yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebjakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyataka bahwa "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang undang".
Pembagian kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertika merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republk Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa NKRI di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertika yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
Sistem Pembagian Kekuasaan Negar Indonesia
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa Indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik Indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politika Montesquieu. Ajaran Trias Politika tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling memengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggungjawaban.
Apabila ajaran trias politika dartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan, maka jelas UUD 1945 menganut ajaran tersebut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kakuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alal-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah perubahan.
Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan (amandemen) sebagai berikut
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Prasiden
Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Mahkmah Agung (MA).
Sementara itu, menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 (setelah amandemen) sebagai berikut
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Presiden
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Penwakilan Daerah (DPD)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Konstitusi (MK)
UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur di dalamnya serta hubungan kekuasaan di antara badan-badan kenegaraan yang ada, sebagai berikut.
Sebelum perubahan (amandemen)
MPR
Sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih presiden dan wakil presiden serta mengabah UUD
Presiden
Yang berkedudukan di bawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan ke dalem beberapa jenis:
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan;
kekuasaan di dalam bidang perundang-undangan, menetapkan PP, Perpu;
kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi amnesti, abolisi, dan rehabilitasi;
kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, mengangkat duta dan konsul.
DPR
Sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama presiden) dan mengawasi tindakan presiden.
DPA
Yang berkedudukan sebagai badan penasehat presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.
BPK
Sebagai counterpart terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
MA
Sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang di dalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
Setelah perubahan (amandemen)
MPR
Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaannya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
DPR
Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasaan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan pemerintah, mempertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD
Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaannya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
BPK
Anggota BPK dipilih DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
Presiden
Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memerhatikan pertimbangan DPR kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memerhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
Mahkamah Agung
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat (1)), berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan wewenang lain yang diberikan undang-undang di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang, seperti kejaksaan, kepolisian, advokat/pengacara, dan lain- lain.
Mahkamah Konstitusi
Keberadaannya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). Mempunyai kewenangan menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Hakim konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR, dan pemerintah dan ditetapkan oleh presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara, yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.