BAB 6 Sub Bab 2 (PPKn XI)

 

B.       PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan demikian, UU No. 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.

Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak- hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan, yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.

Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 macam, sebagai berikut.

1.    Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.

2.    Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.

3.    Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.

Secara yuridis, Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan, Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik. Kedua kandungan pasal ini merupakan wujud perlindungan hukum bagi para tenaga kerja.

Di antara sebab-sebab mutlak diperlukannya perlindungan bagi tenaga kerja sebagai berikut.

1.    Posisi tawar yang rendah

Lemahnya kedudukan tenaga kerja dari segi ekonomi dan pendidikan, menyebabkan  rendahnya kualitas si pekerja. Tenaga kerja dengan pendidikan yang tidak memadai akan cenderung mendominasi pekerjaan kasar. Hal ini juga disebabkan adanya kualifikasi dari pihak penyedia lapangan kerja dalam mempersyaratkan calon tenaga kerja yang direkrutnya.

2.    Hubungan kerja yang tidak seimbang antara pengusaha dan pekerja/buruh dalam pembuatan perjanjian. Pembebanan hak dan kewajiban yang tidak seimbang antara penyedia lapangan kerja dengan pekerja/buruh ini menyebabkan suatu ketimpangan. Secara tidak langsung pekerja/ buruh hanya akan diberi pilihan-pilihan yang cenderung merugikan dirinya, sedang di sisi lain memberi banyak keuntungan pada pengusaha.

3.    Pekerja/buruh diperlakukan sebagai objek

Dalam konteks ini, seorang pekerja/buruh diperlakukan tak ubahnya alat yang dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar - besarnya, sehingga berakibat pada kesewenang- wenangan pengusaha, tuntutan kerja maksimal, upah yang sebatas pada upah minimum regional/ provinsi, dan kurang diperhatikannya masa kerja pekerja/buruh.

4.    Diskriminasi golongan

Meskipun perbuatan diskriminasi dilarang, namun tak pelak bahwa hal ini masih sering terjadi di kalangan masyarakat, seperti mengenai jenis kelamin, ras, latar belakang sosial, fisik, dan sebagainya.

1.  Jenis-Jenis Perlindungan Kerja

Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntutan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik, dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam perusahaan.

Dengan demikian, secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja, sebagai berikut.

a.         Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/ buruh mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja.

b.         Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha- usaha untuk menjaga agar pekerja/ buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja.

c.         Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha - usaha untuk memberikan kepada pekerja/ buruh suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.

2.  Jenis-jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja

a.         Jaminan kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja.

b.         Jaminan kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat, kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

c.         Jaminan hari tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan memengaruhi ketenagakerjaan sewaktu masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau memenuhi persyaratan tersebut.

d.        Jaminan pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik- baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena itu, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Di samping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).

3.  Objek Perlindungan Tenaga Kerja

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjadi objek utama perlindungan tenaga kerja sebagai berikut.

a.         Penyandang cacat

Adanya perlakuan diskriminasi bagi penyandang cacat atau kaum difabel menyebabkan undang - undang berbicara. Menurut ketentuan Pasal 67 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

b.         Anak

UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha untuk mempekerjakan anak-anak. Pengecualian bagi anak yang telah berumur 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pękerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut, dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Akan tetapi, syarat ini tidak berlaku bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

c.         Perempuan

Di samping perempuan pada umumnya, dalam hal pekerja/ buruh perempuan ini yang menjadi sasaran utamanya adalah perempuan di bawah 18 tahun dan perempuan hamil. Mereka yang berumur di bawah 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, sedangkan untuk perempuan hamil dapat dipekerjakan apabila tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan kandungannya.

 

4.  Tujuan Perlindungan terhadap Tenaga Kerja

Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memerhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang- undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana dari perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production).