SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD NRI TAHUN 1945
Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum Amandemen UUD NRI Tahun 1945
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara Indonesia sebagai berikut.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)
Sistem konstitusional.
Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok di atas, Indonesia pada masa dahulu menganut sistem pemerintahan presidensial menurut UUD 1945. Sistem pemerintahan tersebut dijalankan di masa kekuasaan Presiden Soeharto. Di mana presiden pada waktu itu memegang peranan yang amat besar dalam pemerintahan.
Berikut ini wewenang presiden berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen.
Pemegang kekuasaan legislatif, yaitu membentuk undang-undang (Pasal 5).
Pemegang kekuasaan sebagai kepala pemerintahan (Pasal 4).
Pemegang kekuasaan sebagai kepala negara (Pasal 10-15).
Panglima tertinggi dalam kemiliteran (Pasal 10).
Pemegang kekuasaan untuk mengangkat dan melantik para anggota MPR dari utusan daerah dan golongan (Pasal 2).
Pemegang kekuasaan untuk mengangkat para menteri dan pejabat negara (Pasal 17).
Pemegang kekuasaan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta menyatakan keadaan bahaya (Pasal 11 dan Pasal 12).
Pemegang kekuasaan untuk mengangkat duta dan menerima duta dari negara lain (Pasal 13).
Pemegang kekuasaan untuk memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15).
Pemegang kekuasaan untuk memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi (Pasal 15).
Tentu dalam praktiknya sistem pemerintahan présidensial ini memiliki beberapa dampak negatif, berikut dampak negatif dari sistem pemerintahan presidensial.
Terjadi pemusatan kekuasaan negara pada satu lembaga, yaitu presiden.
Peran pengawasan dan perwakilan dari DPR makin lemah.
Pejabat-pejabat negara yang diangkat cenderung dimanfaatkan untuk loyal mendukung kelangsungan kekuasan presiden.
Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan orang-orang yang dekat dengan presiden.
Menciptakan perilaku kolusi, korupsi, dan nepotisme di kalangan pejabat dan orang- orang yang dekat dengan kekuasaan.
Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap negara. Sikap menyalahkan presiden dianggap menentang negara.
Rakyat dibuat makin tidak berdaya, tiada kuasa, dan cenderung tunduk pada kekuasaan presiden semata.
Sistem presidensial juga memiliki dampak positif sebagai berikut.
Presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti.
Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari.
Pada akhir tahun 1999-an Indonesia mengalami masa reformasi. Dimana terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia dalam rangka untuk menggulingkan Presiden Soeharto pada waktu itu. Karena rakyat Indonesia bertekad untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis alias bebas. Oleh karena itu. dibentuklah sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi (konstitusional) yang bercirikan:
adanya pembatasan kekuasaan eksekutif;
jaminan atas hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Berdasarkan hal itu, reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. Dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintahan Indonesia sekarang ini.
Sistem Pemerintahan Indonesia Sesudah Amandemen UUD NRI Tahun 1945
Setelah terjadi amandemen, sistem pemerintahan Indonesia mengalami perubahan pokok-pokok kunci pemerintahan, sebagai berikut.
Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Kabinet atau memteri-menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan anggota DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah empat orang tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota yang anggotanya juga dipilih melalui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan atau memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan. badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (pasal 24 ayat 2 ***).
Beberapa variasi sistem pemerintahan presidensial di Indonesia sebagai berikut.
Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR (pasal 7A***). Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. Seperti mengangkat duta dan menerima duta negara lain (pasal 13 ayat 1* dan ayat 2*).
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. Seperti membuat dan menetapkan undang-undang (pasal 20 ayat 2*), dalam menyatakan perang, membuat pardamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11 ayat 1****), dalam memberi amnesti dan abolisi (pasal 14 ayat 2*).
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang- undang (pasal 20 ayat 5**, pasal 21*) dan hak budget/ anggaran (pasal 23***).